go green

Jumat, 01 November 2013

LCGC

Situasi Ekonomi Domestik.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia sejalan dengan naiknya pendapatan perkapita membawa dampak meningkatnya kebutuhan energi akibat bertambahnya kegiatan komersial, industri, serta mobilitas orang dan barang. Mobilitas orang dan barang akan menimbulkan kebutuhan untuk penyediaan alat transportasi publik maupun pribadi yang aman dan nyaman serta ekonomis.
Menjawab kebutuhan-kebutuhan tersebut dan untuk menyikapi persaingan pada era Free Trade Area (FTA) regional ASEAN dan Asia Timur, industri otomotif Indonesia dituntut untuk selalu berinovasi menciptakan kendaraan hemat energi dan harga terjangkau untuk keperluan pasar domestik dan ekspor. Saat ini negara lain dalam regional FTA seperti Thailand, Malaysia, China, Jepang, dan Korea telah memproduksi mobil sejenis Low Cost and Green Car (LCGC). Sehingga apabila kita tidak memenuhi permintaan masyarakat dengan produk sejenis dari dalam negeri, maka akan terjadi banjir impor kendaraan jenis tersebut.

Teknologi untuk Efisiensi BBM
Pada program LCGC ini industri otomotif disyaratkan untuk membuat kendaraan yang lebih ramah lingkungan dengan menaikan efisiensi penggunaan bahan bakar per-kilometer jarak tempuh. Saat ini rata-rata mobil berbahan bakar minyak mengkonsumsi 12 km/liter BBM, sedangkan LCGC ini disyaratkan untuk dapat mengkonsumsi 20 km/liter BBM,

Membangun Industri Komponen
Program mobil hemat energi dan harga terjangkau ini terbuka dan berlaku untuk semua Merek Otomotif, baik merek internasional maupun merek original Indonesia (merek lokal/ mobnas). Peserta program ini disyaratkan untuk manufaktur mobil di dalam negeri serta menggunakan komponen otomotif buatan dalam negeri. Dengan demikian Merek Otomotif yang mengikuti Program Low Cost Green Car (LCGC) ini tidak semata-mata diarahkan untuk membuat mobil dengan harga murah dan

Pemberian Insentif dalam Pengembangan Industri Otomotif Nasional
Pemerintah memberikan insentif untuk mengurangi beban konsumen dengan menghilangkan kewajiban membayar Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM), namun tetap membayar Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 10 % dan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) di daerah sebesar sekitar 10 %.
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2013 disebutkan, bahwa LCGC akan memperoleh potongan PPnBM, yaitu dari semula 10% menjadi 0% bila memenuhi persyaratan konsumsi BBM dan pembuatan mobil serta komponen di dalam negeri tersebut.

.       Investasi, Lapangan Kerja dan Kemacetan

Program LCGC ini mendatangkan komitmen investasi senilai 3.0 miliar dollar AS dari industri otomotif dan senilai 3.5 miliar dollar AS dari sekitar 100 industri komponen otomotif baru. Saat ini sebagian besar komitmen tersebut sudah terealisasi, dengan telah dibangunnya 5 pabrik mobil baru dan sekitar 70 pabrik komponen otomotif baru. Hal tersebut juga mendorong peningkatan kualitas tenaga kerja terampil seperti dalam bidang teknik otomotif dan material, manajemen produksi, dan jasa distribusi serta manajemen logistik.
Dampak positif lanjutan dari peningkatan kegiatan manufaktur ini adalah meningkatnya kegiatan ekonomi di daerah-daerah berupa terbentuknya usaha penyediaan stock komponen after salesservice, jasa perbengkelan serta peningkatan Pajak Daerah yang merupakan suatu rangkaian kegiatan ekonomi yang saling terkait dan cukup besar. Terlihat bahwa program LCGC ini mempunyai keterkaitan yang erat dengan sektor ekonomi lainnya di seluruh wilayah nusantara. Dampak penciptaan lapangan tenaga kerja baru yang langsung di sektor manufakturing adalah sekitar 30.000 orang. Sedangkan penciptaan lapangan tenaga kerja baru di sektor distribusi mobil dan komponen, dealer dan pemasaran, workshop dan aftersales service diperkirakan 40.000 orang.

Komponen LCGC
Sementara itu, Dirjen Industri Unggulan Berbasis Teknologi Tinggi (IUBTT) Kementerian Perindustrian Budi Darmadi memastikan pengawalan lokalisasi komponen LCGC berlangsung ketat hingga lima tahun ke depan. Pemeriksaannya dilakukan surveyor independen mengacu pada roadmaplokalisasi produksi dalam proposal yang diajukan agen tunggal pemegang merek (ATPM).
 “Pada tahun ini ada merek yang kandungan lokal komponennya baru 45%, 47% bahkan 51%. Yang tertinggi ini Toyota Agya,” ujarnya kepada wartawan.

Tujuan program mobil murah sebetulnya tak semata untuk memproduksi mobil harga terjangkau dan irit bahan bakar. Lebih luasnya bermaksud membangun industri komponen otomotif domestik terutama untuk teknologi mesin, transmisi, dan axle.
Administrasi LCGC
Kini baru dua merek yang menyelesaikan proses administrasi, yaitu Toyota Agya dan Daihatsu Ayla. Untuk Honda Brio Satya baru kelar verifikasi perusahaan dan dalam proses untuk produk. Suzuki WagonR masih verfikasi perusahaan. Sedangkan Datsun GO+ belum apapun tapi sudah promosi produk di IIMS.
“Datsun belum jadi pabriknya. Tapi kalau pemasaran dilakukan beberapa bulan sebelum verifikasi kelar kan boleh saja,” ucap Budi.
Menanggapi cercaan soal pemakaian bahan bakar subsidi yang bakal kian bengkak pascakemunculan LCGC, Budi maupun Jusuf Kalla berpendapat penilaian ini dicermati lebih jauh. Tanpa kehadiran mobil murah populasi kendaraan tetap akan tumbuh.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar